1.
Konsep
Sehat
Sebagai sebuah disiplin ilmu dibidang psikologi,
kesehatan mental atau mental hygiene adalah ilmu yang
mempelajari masalah kesehatan mental dan bertujuan untuk mencegah serta
mengobati individu dari gangguan kejiwaan (Kartono dkk, 1989: 3).
Istilah kesehatan mental diambil dari konsep mental
hygiene, kata mental berasal dari bahasa Yunani yang berarti kejiwaan. Kata
mental memiliki persamaan makna dengan kata “psyche” yang
berasal dari bahasa Latin yang berarti jiwa atau psikis. Jadi mental
hygiene berarti mental yang sehat atau kesehatan mental.
Saparinah sadli (dalam Suroso, 2001:
132) mengemukakan tiga orientasi kesehatan mental, yaitu :
·
Orientasi Klasik
Seseorang dianggap sehat bila ia tidak
mempunyai keluhan tertentu seperti ketegangan, rasa lelah, cemas, rendah diri
atau perasaan tidak berguna yang semuanya menimbulkan perasaan sakit atau rasa
tidak sehat, serta mengganggu efisiensi kegiatan sehari-hari.
·
Orientasi Penyesuaian Diri
Seseorang
dianggap sehat mental bila ia mampu mengembangkan dirinya sesuai dengan
tuntutan orang-orang lain serta lingkungan sekitarnya.
·
Orientasi Pengembangan Potensi
Seseorang
dianggap mencapai taraf kesehatan jiwa, bila ia mendapat kesempatan untuk
mengembangkan potensialitasnya menuju kedewasaan sehingga ia bias dihargai oleh
orang lain dan dirinya sendiri.
2.
Teori Kepribadian Sehat
Setiap manusia memiliki kepribadian yang berbeda-beda,
dimana kepribadian tersebut ada yang secara sadar maupun tidak sadar.
Kepribadian yang sehat menunjukkan dirinya sehat. Seperti sebuah ungkapan “mens
sana er corpore sano”, bahwa didalam tubuh yang kuat terdapat jiwa yang
sehat. Karena semua nya adanya keseimbangan antara jiwa dan raganya.
·
Aliran Psikoanalisa
Kepribadian yang sehat
menurut Freud adalah hasil dari interaksi yang seimbang antara id, ego dan
super ego. Karena fokus pada aliran ini adalah totalitas kepribadian manusia
bukan pada bagian yang terpisah. Jika dorongan-dorongan itu tidak bias
disalurkan maka akan menyebabkan gangguan kepribadian dan akan mengganggu
kesehatan mental atau disebutpsikoneurosis.
·
Aliran Behavioristik
Kepribadian menurut aliran Behaviourisme, manusia
dianggap memberikan respon yang pasif terhadap stimulus-stimulus dari luar. Kepribadian
manusia sebagai suatu system yang bertingkah laku sesuai dengan peraturan dan
menganggap manusia tidak memiliki sikap diri sendiri.
·
Aliran Humanistik
Menurut aliran Humanistik, kepribadian yang sehat adalah
individu dituntut untuk mengembangkan potensi yang terdapat didalam dirinya.
Dan ciri dari kepribadian yang sehat adalah mapu mengaktualisasikan diri.
Aktualisasi diri berlangsung terus dan tidak pernah statis atau
selesai. Aktualisasi diri adalah mampu mengedepankan keunikan dalam
pribadi setiap individu.
3.
Penyesuaian
Diri dan Pertumbuhan
A. Penyesuaian
Diri
Penyesuaian diri adalah bagaimana kita mampu beradaptasi
dan bertindak dengan baik dan normal sesuai dengan lingkungan. Penyesuaian diri
menurut Schneider (Patosuwido, 1993) merupakan kemampuan untuk mengatasi
kebutuhan, frustasi, dan kemampuan untuk mengembangkan mekanisme psikologi yang
tepat. Sedangkan menurut Sawrey dan Telford (Colhoun & Acocella, 1990)
penyesuaian diri merupakan interaksi terus-menerus antara individu dengan
lingkungannya yang melibatkan system behavioural, kognisi, dan emosional.
Penyesuaian diri memiliki 2 aspek, yakni :
·
Penyesuaian Pribadi
Penyesuaian pribadi yaitu individu yang mampu menerima
dirinya sendiri mulai dari kelebihan maupun kekurangan yang ada dalam dirinya,
sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan
sekitar.
·
Penyesuaian Sosial
Penyesuaian sosial merupakan proses dimana saling
berinteraksi dan saling mempengaruhi antar individu. Proses penyesuaian sosial
terjadi di lingkup tempat individu tersebut tinggal dan berinteraksi dengan
orang lain.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri
-
Lingkungan Keluarga
-
Lingkungan Teman Sebaya
B. Pertumbuhan
Personal
Pertumbuhan sendiri adalah perubahan secara fisiologis
sebagai hasil dari proses-proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang
berlangsung secara normal yang sehat pada waktu yang normal. Setiap individu
mengalami pertumbuhan yang berbeda-beda. Sehingga mempengaruhi seseorang dalam
proses menyesuaikan diri.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Personal :
1.
Faktor biologis
2.
Faktor geografis
3.
Faktor budaya
4.
Teori
Kepribadian
Kepribadian adalah terjemahan dari bahasa
Inggris “personality” dan kata “persona” berasal dari bahasa Yunani yang
berarti topeng.
A.
Gordon W.
Allport (1897-1967)
Allport menyatakan “kepribadian adalah organisasi
dinamis dari system-sistem psikofisik dalam diri individu yang menentukan
caranya yang khas (unik) dalam penyesuaian dengan lingkungan.”
Pandangan-pandangan Allport tentang sifat-sifat khusus dari
kepribadian terbagi ke dalam tujuh kriteria kepribadian yang matang, yaitu:
1. Perluasan Perasaan
Diri
2. Hubungan Diri yang
Hangat dengan Orang-orang Lain
3. Keamanan Emosional
4. Persepsi Realistis
5. Keterampilan-keterampilan
dan Tugas-tugas
6. Pemahaman Diri
7. Filsafat Hidup yang
Mempersatukan
B.
Carl Rogers
(1902-1987)
Kepribadian yang sehat adalah suatu proses atau suatu
arah. Aktualisasi diri berlangsung terus, tidak pernah merupakan suatu kondisi
yang selesai atau statis. Tujuannya yakni orientasi ke masa depan, menarik
individu kedepan dan selanjutnya mendiferensiasikan dan mengembangkan segala
segi dari diri.
Lima sifat orang yang berfungsi sepenuhnya, yaitu :
1. Keterbukaan pada
pengalaman
2. Kehidupan
eksistensial
3. Kepercayaan
terhadap organisme orang sendiri
4. Perasaan bebas
5. Kreatifitas
C.
Abraham
Maslow (1908-1970)
Prasyarat untuk mencapai aktualisasi diri ialah dengan
memuaskan kebutuhan yang berada dalam tingkat yang lebih rendah, yaitu :
1. Kebutuhan-kebutuhan
fisiologis
2. Kebutuhan-kebutuhan
akan rasa aman
3. Kebutuhan-kebutuhan
akan rasa memiliki dan cinta
4. Kebutuhan akan
penghargaan
5. Kebutuhan akan
aktualisasi diri
D.
Erich Fromm
(1900-….)
Fromm menyebutkan kepribadian yang sehat, yaitu orientasi
produktif. “Orientasi” adalah suatu sikap umum atau segi pandangan yang
meliputi semua segi kehidupan, respons-respons intleketual, emosional, dan
sensoris terhadap orang-orang, benda-benda, dan peristiwa-peristiwa di dunia
dan juga terhadap diri. “Produktif” adalah orang yang menggunakan semua tenaga
dan potensinya. Orang-orang yang sehat menciptakan diri mereka dengan
melahirkan semua potensi mereka, dengan menjadi semua kesanggupan mereka,
dengan memenuhi semua kapasitas mereka.
Jadi, orientasi produktif suatu keadaan ideal atau tujuan
perkembangan manusia dan belum pernah dicapai dalam masyarakat manapun.
5.
Stress
Stress merupakan suatu keadaan tertekan, baik secara
fisik maupun psikologis. Dapat dikatakan juga stress adalah reaksi tubuh
terhadap situasi yang menimbulkan tekanan, perubahan, ketegangan emosi, dan
lain-lain.
GAS (General Adaptation Syndrom) merupakan respon
fisiologis dari seluruh tubuh terhadap stress. Respon yang terlibat didalam nya
adalah sistem saraf otonom dan sistem endokrin. Terdapat 3 fase, yaitu :
-
Fase Alarm
(waspada)
-
Fase Resistance (melawan)
-
Fase Exhaustion (kelelahan)
Faktor-faktor individual dan sosial yang menjadi penyebab
stress, yaitu :
-
Faktor Individu
-
Faktor Sosial
Tipe-tipe stress terbagi menjadi empat, yaitu :
-
Tekanan
-
Frustasi
-
Konflik
-
Kecemasan
Strategi coping yang spontan mengatasi stress, yaitu :
-
Problem-Pocused Coping (coping yang berfokus
pada masalah)
-
Emotional-Pocused Coping (coping yang
berfokus pada emosi)
6.
Coping
Stress
Coping merupakan suatu cara menanggulangi, menerima,
menguasai segala sesuatu yang bersangkutan dengan diri kita. Biasanya ketika
sedang mengalami masalah lalu stress, maka kita mengendalikan emosi kita dengan
menyesuaikan dengan keadaan, pengalihan atau coping.
Jenis jenis coping, yaitu :
-
Strategi Pendekatan (approach strategy)
-
Strategi Menghindar (avoidance strategy)
Jenis-Jenis Coping
yang Konstruktif dan Positif
a. Coping
yang konstruktif
-
Escape
-
Accepteance
-
Avoidance
-
Avoidant coping
b. Coping yang positif
-
Active coping
-
Problem solving focused coping
-
Distancing
-
Planful problem solving
-
Positive reappraisal
-
Self control
-
Emotion focused coping
-
Seeking social support
-
Positive reinterpretation
7.
Penyesuaian
Diri dan Pertumbuhan
A.
Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri (adjustment) merupakan suatu istilah
yang sulit dijelaskan karena penyesuaian diri (adjustment) mengandung banyak
arti.
Penyesuaian dapat dilihat dari 3 sudut pandang, yaitu :
-
Penyesuaian Diri sebagai Bentuk Adaptasi
-
Penyesuaian Diri sebagai Bentuk Konformitas
-
Penyesuaian sebagai Usaha Penguasaan
B.
Pertumbuhan Personal
Pertumbuhan sendiri adalah perubahan secara fisiologis
sebagai hasil dari proses-proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang
berlangsung secara normal yang sehat pada waktu yang normal.
-
Penekanan Pertumbuhan Diri
Pertumbuhan dapat juga diartikan sebagai proses transmisi
dari konstitusi fisik (keadaan tubuh atau keadaan jasmaniah) yang herediter
dalam bentuk proses aktif secara berkesinambungan. Jadi, pertumbuhan berkaitan
dengan perubahan kuantitatif yang menyangkut peningkatan ukuran dan struktur
biologis.
-
Variasi Dalam Pertumbuhan
Tidak selamanya individu berhasil dalam melakukan
penyesuaian diri, karena kadang-kadang ada rintangan yang menyebabkan tidak
berhasil melakukan penyesuaian diri.
-
Kondisi - Kondisi Untuk Bertumbuh
Jika kondisi-kondisi tubuh itu berfungsi dengan baik,
maka proses pertumbuhannya pun akan berjalan dengan baik.
8.
Hubungan
Interpersonal
Hubungan Interpersonal yaitu ketika kita berkomunikasi
dengan seseorang, kita tidak hanya menyampaikan isi pesannya saja melainkan
menentukan kadar hubungan interpersonalnya.
Menurut psikologi komunikasi, semakin baik hubungan
interpersonal seseorang maka semakin terbuka seseorang itu untuk mengungkapkan
dirinya, semakin cermat dalam persepsinya tentang dirinya dan orang lain, serta
semakin efektifnya komunikasi diantara komunikan.
A.
Model - Model
Hubungan Interpersonal
-
Model Pertukaran Sosial
-
Model Peranan
-
Model Interaksional
B.
Cara Memulai
Hubungan
Pembentukan Kesan Dan Ketertarikan Interpersonal Dalam
Memulai Hubungan, yaitu :
-
Pembentukkan
-
Peneguhan Hubungan
-
Intimasi dan
Hubungan Pribadi
-
Intimasi dan
Pertumbuhan
9.
Cinta
dan Perkawinan
A. Deskripsi Cinta dan Perkawinan
1)
Cinta
Cinta
merupakan sebuah emosi dari kasih sayang yang kuat dan ketertarikan pribadi. Cinta
juga merupakan aksi atau kegiatan aktif yang dilakukan manusia terhadap objek
lain, berupa empati, pengorbanan diri, perhatian, kasih sayang, dan lain-lain.
Cinta adalah suatu perasaan positif yang diberikan kepada manusia atau benda
lainnya dan itu semua bisa dialami oleh semua mahluk.
2)
Perkawinan
Perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan
perjanjian hokum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan
merupakan suatu pranata dalam budaya setempat yang meresmikan hubungan antar
pribadi yang biasanya intim dan seksual. Perkawinan umumnya dimulai dan
diresmikan dengan upacara pernikahan. Dan biasanya perkawinan dilandasi dengan
yang namanya “cinta”.
a.
Tujuan perkawinan, yakni :
-
Mendapatkan keturunan
-
Meningkatkan derajat dan status sosial
-
Mendekatkan kembali hubungan kerabat yang
sudah renggang
-
Agar harta warisan tidak jatuh ke orang lain
b.
Bentuk-bentuk perkawinan, yaitu :
-
Monogami :
perkawinan antara satu orang laki-laki dengan satu orang perempuan.
-
Poligami : perkawinan santara satu orang wanita
dengan lebih dari satu orang laki-laki, ataupun sebaliknya. Poligami
dibagi menjadi dua, yaitu :
·
Poligini
; seorang laki-laki beristri lebih dari satu orang wanita. Poligini terbagi atas
dua macam, yaitu : Sororat dan Non sororat
·
Poliandri ;
seorang wanita bersuami lebih dari satu orang laki-laki. Poliandri terbagi atas
dua macam, yaitu : Fraternal dan Non Fraternal
c.
Bagaimana Memilih
Pasangan
Dalam memilih pasangan biasanya berdasarkan pilihan kita
sendiri walaupun banyak juga yang meminta persetujuan atau pendapat dari
orang-orang terdekat seperti keluarga khususnya orang tua. Walau bagaimana pun
dalam sebuah pernikahan tidak hanya menyatukan dua insan saja, tetapi kita
menyatukan dua keluarga yang pastinya memiliki latar belakang yang berbeda satu
sama lain.
Berikut
terdapat beberapa kriteria dalam memilih calon pasangan hidup, khususnya yang
beragama Islam yaitu :
·
Seagama
·
Memiliki akhlak yang baik (sholeh ataupun
sholehah)
·
Memiliki dasar pendidikan agama yang baik
·
Rajin dan taat beribadah
·
Sehat secara fisik dan psikologis
·
Bagi seorang wanita, mampu melahirkan anak
atau memiliki keturunan
·
Disetujui dan direstui oleh kedua belah pihak
keluarga
d.
Seluk Beluk
Hubungan Dalam Perkawinan
Azas
perkawinan menurut UU No.1 Tahun 1974 mengandung :
1.
Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga
yang bahagia dan kekal.
2.
Suatu perkawinan adalah sah apabila dilakukan
menurut hokum masing-masing Agama dan Kepercayaannya, perkawinan harus dicatat
menurut perundang-undangan yang berlaku.
3.
Azas monogami adalah suatu perkawinan seorang
pria hanya boleh mempunyai seorang istri, seorang wanita hanya boleh mempunyai
seorang suami. Seorang suami dapat beristri lebih dari satu apabila diizinkan
Pengadilan dengan persyaratan :
-
Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya
-
Isteri cacat badan atau penyakit yang tidak
dapat sembuh
-
Isteri tidak dapat melahirkan keturunan
4.
Calon Suami Isteri harus telah matang jiwa
dan raganya untuk melangsungkan untuk melangsungkan perkawinan agar dapat
mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir dengan perceraian.
5.
UU ini mempersempit terjadinya perceraian
kecuali harus ada alasan-alasan tertentu serta harus dilakukan didepan sidang
Pengadilan.
6.
Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang
dengan hak dan kewajiban suami baik dalam kehidupan berumah tangga maupun dalam
pergaulan masyarakat.
e.
Penyesuaian dan
Pertumbuhan Dalam Perkawinan
Penyesuaian
perkawinan adalah dua orang yang memasuki tahap perkawinan dan mulai
membiasakan diri dengan situasi baru sebagai suami istri yang saling
menyesuaikan dengan kepribadian, lingkungan, kehidupan keluarga, dan saling
mengakomodasikan kebutuhan, keinginan, dan harapan.
Satu
sampai dua tahun pertama dalam perkawinan merupakan tahun yang paling penting
sekali dalam penyesuaian perkawinan. Karena pada tahun-tahun itu pasangan
tersebut harus melakukan penyesuaian antara kepribadian, emosional, seksual,
intelektual dan yang lain satu sama lain.
Dan
pada masa dewasa dini adalah masa dimana individu meyelesaikan pertumbuhannya
dan siap menerima kedudukan baru dalam masyarakat, pertumbuhan dan perkembangan
aspek-aspek fisiologis dan berusia 20-40 tahun.
f.
Perceraian dan
Pernikahan Kembali
Setiap
pasangan yang baru menikah pasti menginginkan rumah tangganya akan langgeng
hingga akhir hayat, dan itu semua bisa tercapai apabila adanya komunikasi yang
baik antar pasangan, saling percaya, saling menghargai, dan setia satu sama
lain. Namun, dalam menjalani sebuah mahligai rumah tangga biasanya tidak
semulus apa yang diharapkan. Biasanya banyak kerikil-kerikil tajam yang sering
kali menimbulkan keributan, cekcok atau pertengkaran didalam rumah tangga
tersebut. Bahkan jika masalah dalam rumah tangga tersebut tidak dapat menemukan
penyelesaian atau semakin parah keributannya maka hal terburuk yang terjadi
adalah terucapnya kata “perceraian”. Dan setelah perceraian itu benar-benar
terjadi, biasanya banyak yang trauma dengan pernikahan sehingga takut untuk
berhubungan dengan lawan jenis, tetapi tidak sedikit pula yang langsung membuka
diri untuk orang lain dan jika telah menemukan kecocokan satu sama lain, yang
akhirnya memutuskan untuk menikah kembali akan terjadi. Dan mereka akan belajar
dari pengalaman masa lalunya yang suram agar tidak terjadi lagi pada pernikahan
yang berikutnya.
g. Single Life
Hidup melajang atau membujang kerap kali
terjadi disekitar kita, bukan karena tidak ada yang mau dengannya atau bisa
dibilang “tidak laku”. Tetapi banyak dari mereka yang sibuk dengan dunianya
seperti dunia kerja, apalagi jika pekerjaan mereka telah membuat hidupnya
bercukupan maka tak jarang dari mereka enggan membuka dirinya untuk orang lain.
Itulah yang menyebabkan banyak wanita dan pria yang sebenarnya sudah cukup
untuk melepas masa lajangnya justru lebih senang dan nyaman untuk hidup
melajang.
Padahal di agama kita sangat dianjurkan jika
seseorang yang sudah memasuki usia siap menikah, mapan dan mampu untuk menikah,
karena menikah merupakan sebuah ibadah kita kepada Allah SWT.
Dan sebenarnya kita diciptakan Allah SWT
sudah berpasang-pasangan dan akan lebih baik jika itu semua dipersatukan dan
disahkan dalam ikatan pernikahan.
Mirisnya isu kesehatan mental masih melekat stigma negatif bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, jadi bagi yang mengalami penyakit mental merasa minder saat mau menggunakan layanan kesehatan mental. Tapi katanya dengan membaca artikel psikoedukasi secara intensif mampu menurunkan stigma sosial dan pribadi yang disematkan pada pengguna layanan kesehatan mental secara signifikan. Ini penelitiannya.
BalasHapus