Kamis, 19 Desember 2013

PSIKOLOGI MANAJEMEN


MEMPENGARUHI PERILAKU
A.    Definisi Pengaruh
Pengaruh menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah daya yang ada dan timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuataan seseorang. Dari pengertian di atas telah dikemukakan sebelumnya bahwa pengaruh adalah merupakan sesuatu daya yang dapat membentuk atau mengubah sesuatu yang lain.
Berikut ini adalah pengertian dan definisi pengaruh menurut para ahli:
1.     Wiryanto
Pengaruh merupakan tokoh formal mauoun informal di dalam masyarakat, mempunyai ciri lebih kosmopolitan, inovatif, kompeten, dan aksesibel dibanding pihak yang dipengaruhi.
2.    M. Suyanto (AMIKOM YOGYAKARTA)
Pengaruh merupakan nilai kualitas suatu iklan melalui media tertentu.
3.    Uwe Becker
Pengaruh adalah kemampuan yang terus berkembang yang - berbeda dengan kekuasaan - tidak begitu terkait dengan usaha memperjuangkan dan memaksakan kepentingan (involed is formatif vermogen dat - in tegens telling tot macht - niet direct verbonden is met strijd en de doorzetting van belangen).
4.   Norman Barry
Pengaruh adalah suatu tipe kekuasaan yang jika seorang yang dipengaruhi agar bertindak dengan cara tertentu, dapat dikatakan terdorong untuk bertindak demikian, sekalipun ancaman sanksi yang terbuka tidak merupakan motivasi yang mendorongnya (influence is a type of power in that a person who is influenced to act in a certain way may be said to be caused so to act, even though an overt threat of santions will not be the motivating force).
5.    Robert Dahl
A mempunyai pengaruh atas B sejauh ia dapat menyebabkan B untuk berbuat sesuatu yang sebenarnya tidak akan B lakukan.
6.   Sosiologi Pedesaan
Pengaruh merupakan kekuasaan yang mengakibatkan perubahan perilaku orang lain atau kelompok lain.
7.   Bertram Johannes Otto Schrieke
Pengaruh merupakan bentuk dari kekuasaan yang tidak dapat diukur kepastiannya.
8.   Albert R. Roberts & Gilbert
Pengaruh adalah wajah kekuasaan yang diperoleh oleh orang ketika mereka tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan.
9.   Jon Miller
Pengaruh merupakan komoditi berharga dalam dunia politik Indonesia.

B.    Kunci-Kunci Perubahan Perilaku
Kunci perubahan masyarakat adalah membentuk daya intelektual dan perbuatan yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, sehingga terjadilah perubahan perilaku yang secara otomatis diikuti dengan perubahan masyarakat.
Perilaku yang akan menjadi kunci perubahan di masyarakat adalah sikap yang mampu melalui berbagai benturan dengan gemilang, adanya kepercayaan diri tanpa batas, dan tekad untuk terus berjuang hingga titik nadir. Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari maupun tidak.
-         Courage                  : Diperlukan keberanian, kebulatan, tekad dan keteguhan hati
-         High confidence             : Kekuatan penggerak hidup anda 
-         Attitude                  : Mental yang positif 
-         New action                      : Tindakan yang benar-benar konsisten
-         Goal                         : Target atau tujuan yang benar-benar diinginkan
-         Excellence             : Menjadi yang terbaik

C.    Model Mempengaruhi Orang Lain Dan Perannya Dalam Psikologi Manajemen
Aristotle yang menyatakan terdapat 3 pendekatan dasar dalam komunikasi yang mampu mempengaruhi orang lain, yaitu:
1.       Logical argument (logos)
Penyampaian ajakan menggunakan argumentasi data-data yang ditemukan. Hal ini telah disinggung dalam komponen data.
2.      Psychological / emotional argument (pathos)
Penyampaian ajakan menggunakan efek emosi positif maupun negatif.
3.      Argument based on credibility (ethos)
Ajakan atau arahan yang dituruti oleh komunikate/ audience karena komunikator mempunyai kredibilitas sebagai pakar dalam bidangnya.

D.    Wewenang Dan Peran Wewenang Dalam Manajemen
Wewenang (authority) adalah hak untuk melakukan sesuatu atau memerintah orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu agar tercapai tujuan tertentu.
Penggunaan wewenang secara bijaksana merupakan faktor kritis bagi efektevitas organisasi. Peranan pokok wewenang dalam fungsi pengorganisasian, wewenang dan kekuasaan sebagai metoda formal, dimana manager menggunakannya untuk mencapai tujuan individu maupun organisasi. Wewenang formal tersebut harus di dukung juga dengan dasar-dasar kekuasaan dan pengaruh informal. Manajer perlu menggunakan lebih dari wewenang resminya untuk mendapatkan kerjasama dengan bawahan mereka, selain juga tergantung pada kemampuan ilmu pengetahuan, pengalaman dan kepemimpinan mereka


KEKUASAAN
A.    Definisi Kekuasaan
Kekuasaan (power) mengacu pada kemampuan yang dimiliki A untuk mempengaruhi perilaku B sehingga B bertindak sesuai dengan keinginan A. Definisi ini mengimplikasikan sebuah potensi yang tidak perlu diaktualisasikan agar efektif dan sebuah hubungan ketergantungan. Kekuasaan bolah saja ada, tetapi tidak digunakan. Karena itu, kekuasaan merupakan suatu kemampuan atau potensi.

B.    Sumber Kekuasaan menurut French & Raven
French & Raven (1959) menyusun sebuah kategorisasi sumber kekuasaan ditinjau dari hubungan anggota (target) dan pemimpin (agent).
1)    Kekuasaan Ganjaran
Target taat agar ia mendapatkan ganjaran yang diyakininya dikuasai atau dikendalikan oleh agent.
2)   Kekuasaan Koersif (Pemaksaan)
Target taat agar ia terhindar dari hukuman yang diyakininya diatur oleh agent.
3)   Kekuasaan Resmi (Legitimate)
Target taat karena ia yakin bahwa agent mempunyai hak untuk membuat ketentuan atau peraturan dan bahwa target mempunyai kewajiban untuk taat.
4)  Kekuasaan Keahlian (Expert)
Target taat karena ia yakin atau percaya bahwa agent mempunyai pengetahuan khusus tentang cara yang terbaik untuk melakukan sesuatu.
5)   Kekuasaan Rujukan
Target taat karena ia memuja agent atau mengidentifikasikan dirinya dengan agent dan mengharapkan persetujuan agent.


TEORI-TEORI LEADERSHIP
A.    Definisi Leadership
Beberapa definisi kepemimpinan (Leadership), yaitu :
1)      Kepemimpinan adalah perilaku seorang individu ketika ia mengarahkan aktivitas sebuah kelompok menuju suatu tujuan bersama (Hemphill & Coons, 1957: 7).
2)     Kepemimpinan adalah suatu jenis hubungan kekuasaan yang ditandai oleh persepsi anggota kelompok bahwa anggota kelompok yang lain mempunyai hak untuk merumuskan pola perilaku dari anggota yang pertama dalam hubungannya dengan kegiatannya sebagai anggota kelompok (Janda, 1960: 358).
3)     Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi yang dilaksanakan dan diarahkan melalui proses komunikasi, kearah pencapaian tujuan atau tujuan-tujuan tertentu (Tannenbaum, Weschler & Massarik, 1961: 24).
4)    Kepemimpinan adalah interaksi antar manusia dimana salah satunya menyajikan satu jenis informasi tertentu sedemikian rupa sehingga yang lain yakin bahwa hasilnya akan lebih baik jika ia berperilaku sesuai dengan cara-cara yang dianjurkan atau diharapkan (Jacobs, 1970: 232).
5)     Kepemimpinan adalah pengawalan dan pemeliharaan suatu struktur dalam harapan dan interaksi (Stogdill, 1974: 411).
6)    Kepemimpinan adalah tambahan pengaruh yang lebih tinggi dan diatas mekanisme pencapaian dengan arahan rutin dari organisasi (Katz & Kahn, 1978: 528).
7)     Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas sebuah kelompok yang terorganisasi menuju pencapaian suatu tujuan (Roach & Behling, 1984: 46).

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Kepemimpinan adalah suatu proses, perilaku atau hubungan yang menyebabkan suatu kelompok dapat bertindak secara bersama-sama atau bekerja sama atau sesuai dengan aturan atau sesuai dengan tujuan bersama.

B.    Teori-Teori KepemimpinanPartisipatif
1)    Teori X dan Teori Y dan Douglas Mx Gregor
Teori perilaku adalah teori yang menjelaskan bahwa suatu perilaku tertentu dapat membedakan pemimpin dan bukan pemimpin pada orang-orang.
Konsep teori X dan Y dikemukakan oleh Douglas McGregor dalam buku The Human Side Enterprise di mana para manajer / pemimpin organisasi perusahaan memiliki dua jenis pandangan terhadap para pegawai / karyawan yaitu teori x atau teori y.
A.  Teori X
Teori ini menyatakan bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk pemalas yang tidak suka bekerja serta senang menghindar dari pekerjaan dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Pekerja memiliki ambisi yang kecil untuk mencapai tujuan perusahaan namun menginginkan balas jasa serta jaminan hidup yang tinggi. Dalam bekerja para pekerja harus terus diawasi, diancam serta diarahkan agar dapat bekerja sesuai dengan yang diinginkan perusahaan.
B.   Teori Y
Teori ini memiliki anggapan bahwa kerja adalah kodrat manusia seperti halnya kegiatan sehari-hari lainnya. Pekerja tidak perlu terlalu diawasi dan diancam secara ketat karena mereka memiliki pengendalian serta pengerahan diri untuk bekerja sesuai tujuan perusahaan. Pekerja memiliki kemampuan kreativitas, imajinasi, kepandaian serta memahami tanggung jawab dan prestasi atas pencapaian tujuan kerja. Pekerja juga tidak harus mengerahkan segala potensi diri yang dimiliki dalam bekerja.
Penelitian teori x dan y menghasilkan teori gaya kepemimpinan ohio state yang membagi kepemimpinan berdasarkan skala pertimbangan dan penciptaan struktur.

2)   Teori 4 Sistem dari Rensis Likert
Teori Empat Sistem (bahasa Inggris : Four Systems Theory) adalah salah satu teori komunikasi yang mengkaji hubungan antar manusia melalui hasil dari produksinya dilihat dari kacamata manajemen.
Rensis Linkert dari Universitas Michighan mengembangkan model peniti penyambung (linking pin model) yang menggambarkan struktur organisasi. Bila seseorang memperhatikan dan memelihara pekerjanya dengan baik maka operasional organisasi akan membaik.
Fungsi-fungsi manajemen berlangsung dalam empat sistem:
-         Sistem Pertama
Sistem yang penuh tekanan dan otoriter dimana segala sesuatu diperintahkan dengan tangan besi dan tidak memerlukan umpan balik. Atasan tidak memiliki kepercayaan terhadap bawahan dan bawahan tidak memiliki kewenangan untuk mendiskusikan pekerjaannya dengan atasan. Akibat dari konsep ini adalah ketakutan, ancaman dan hukuman jika tidak selesai. Proses komunikasi lebih banyak dari atas kebawah.
-         Sistem Kedua
Sistem yang lebih lunak dan otoriter dimana manajer lebih sensitif terhadap kebutuhan karyawan. Manajemen berkenan untuk percaya pada bawahan dalam hubungan atasan dan bawahan, keputusan ada di atas namun ada kesempatan bagi bawahan untuk turut memberikan masukan atas keputusan itu.
-         Sistem Ketiga
Sistem konsultatif dimana pimpinan mencari masukan dari karyawan. Disini karyawan bebas berhubungan dan berdiskusi dengan atasan dan interaksi antara pimpinan dan karyawan nyata. Keputusan di tangan atasan, namun karyawan memiliki andil dalam keputusan tersebut.
-         Sistem Keempat
Sistem partisipan dimana pekerja berpartisipasi aktif dalam membuat keputusan. Disini manajemen percaya sepenuhnya pada bawahan dan mereka dapat membuat keputusan. Alur informasi keatas, kebawah, dan menyilang. Komunikasi kebawah pada umumnya diterima, jika tidak dapat dipastikan dan diperbolehkan ada diskusi antara karyawan dan manajer. Interaksi dalam sistem terbangun, komunikasi keatas umumnya akurat dan manajer menanggapi umpan balik dengan tulus. Motivasi kerja dikembangkan dengan partisipasi yang kuat dalam pengambilan keputusan, penetapan goal setting (tujuan) dan penilaian .
Teori empat sistem ini menarik karena dengan penekanan pada perencanaan dan pengendalian teori ini menjadi landasan baik untuk teori posisional dan teori hubungan antar pribadi.

3)   Theory of Leadership Pattern Choice dari Tannenbaum dan Schmidt
Pada tahun 1957, Robert Tannenbaum dan Warren Schmidt menulis salah satu artikel yang paling revolusioner yang pernah muncul dalam The Harvard Bussiness Review. Artikel ini, berjudul “Bagaimana Memilih Sebuah Pola Kepemimpinan” adalah signifikan  bahwa hal tersebut menunjukkan gaya kepemimpinan adalah pilihan manager. Di bawah ini Anda akan melihat akrab “Hubungan Oriented” dan “Tugas”.
Para penulis mengusulkan tiga faktor utama yang menjadi pilihan tergantung pola kepemimpinan :
1.     Kekuatan di manajer
Egattitudes, kepercayaan, dan nilai-nilai.
2.    Kekuatan di bawahan
Egtheir sikap, kepercayaan, nilai dan harapan dari pemimpin.
3.    Kekuatan dalam situasi
Egtheir dan kendala yang dihasilkan oleh tugas-tugas, iklim organisasi dan lain-lain dari faktor extrancous.
Perhatikan bahwa sebagai penggunaan kekuasaan oleh bawahan meningkat (gaya demokratis) penggunaan wewenang oleh pimpinan berkurang secara proporsional.
-         Demokrasi (Hubungan Berorientasi)
Pola kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan wewenang oleh bawahan
-         Otoriter (Tugas Berorientasi)
Pola kepemimpinan yang ditandai penggunaan wewenang oleh pemimpin.
Tujuh “pola kepemimpinan” yang diidentifikasi oleh Tannenbaum dan Schmidt. Pola kepemimpinan dengan angka-angka dibawah ini mirip dengan gaya kepemimpinan, tetapi definisi dari masing-masing terkait dengan proses pengambilan keputusan.
-         Kepemimpinan pola 1
“Pemimpin izin bawahan berfungsi dalam batas-batas yang ditentukan oleh superior.”
-         Kepemimpinan pola 2
“Pemimpin mendefinisikan batas-batas, dan meminta kelompok untuk membuat keputusan.”
-         Kepemimpinan pola 3
“Pemimpin menyajikan masalah, kelompok dapat menunjukkan, maka pemimpin membuat keputusan.”
-         Kepemimpinan pola 4
“Pemimpin tentatif menyajikan keputusan untuk kelompok. Keputusan dapat berubah oleh kelompok.”
-         Kepemimpinan pola 5
“Pemimpin menyajikan ide-ide dan mengundang pertanyaan.”
-         Kepemimpinan pola 6
“Para pemimpin membuat keputusan kemudian meyakinkan kelompok bahwa keputusan yang benar.”
-         Kepemimpinan pola 7
“Para pemimpin membuat keputusan dan mengumumkan ke grup.”

4)  Modern Choice Approach to Participation
Teori kepemimpinan model Vroom dan Yetton ini merupakan salah satu teori kontingensi. Teori kepemimpinan Vroom dan Yetton disebut juga teori Normatif, karena mengarah kepada pemberian suatu rekomendasi tentana gaya kepemimpinan yang sebaiknya digunakan dalam situasi tertentu. Vroom danYetton memberikan beberapa gaya kepemimpinan yang layak untuk setiap situasi.

5)   Contingency Theory of Leadership dari Fieldler
Teori kontingensi situasional Fiedler menyatakan bahwa efektivitas kelompok tergantung pada padanan yang tepat antara gaya pemimpin (pada dasarnya ukuran sifat) dan tuntutan situasi. Fiedler menganggap kontrol situasional sejauh mana seorang pemimpin dapat menentukan apa kelompok mereka akan lakukan untuk menjadi faktor kontingensi utama dalam menentukan efektivitas perilaku pemimpin.
Model kontingensi Fiedler adalah model dinamis dimana karakteristik pribadi dan motivasi dari pemimpin dikatakan berinteraksi dengan situasi saat ini yang dihadapi kelompok. Dengan demikian, model kontingensi menandai pergeseran dari kecenderungan untuk atribut efektivitas kepemimpinan dengan kepribadian sendiri (Forsyth, 2006)
·       Favourableness Situasional 
Menurut Fiedler, kemampuan untuk mengendalikan situasi kelompok (komponen kedua dari model kontingensi) sangat penting bagi seorang pemimpin. Hal ini karena hanya pemimpin dengan kontrol situasional dapat yakin bahwa perintah dan saran-saran mereka akan dilakukan oleh pengikut mereka. Pemimpin yang tidak mampu untuk mengambil kendali atas situasi kelompok tidak dapat memastikan bahwa anggota mereka memimpin akan menjalankan perintah mereka. Karena kontrol situasional sangat penting untuk keberhasilan kepemimpinan, Fiedler pecah faktor ini ke dalam tiga komponen utama: hubungan pemimpin-anggota, struktur tugas, dan kekuatan posisi (Forsyth, 2006). 
Tiga komponen situasional menentukan favourableness kontrol situasional:
-         Hubungan Pemimpin-Anggota
Mengacu pada tingkat saling percaya, menghormati dan kepercayaan antara pemimpin dan bawahan. Ketika hubungan pemimpin-anggota dalam kelompok miskin, pemimpin harus mengalihkan fokus dari tugas kelompok untuk mengatur perilaku dan konflik dalam kelompok (Forsyth, 2006).
-         Tugas Struktur
Merujuk pada sejauh mana tugas-tugas kelompok jelas dan terstruktur. Ketika struktur tugas rendah (terstruktur), tugas-tugas kelompok yang ambigu, tanpa solusi yang jelas atau pendekatan yang benar untuk menyelesaikan tujuan. Sebaliknya, ketika struktur tugas tinggi (terstruktur), tujuan kelompok jelas, jelas dan mudah: anggota memiliki gagasan yang jelas tentang bagaimana mendekati dan mencapai tujuan (Forsyth, 2006).
-         Posisi Pemimpin Power
Mengacu pada kekuasaan yang melekat pada posisi pemimpin itu sendiri.

6)  Path Goal Theory
Teori path-goal adalah suatu model kontingensi kepemimpinan yang dikembangkan oleh Robert House, yang menyaring elemen-elemen dari penelitian Ohio State tentang kepemimpinan pada inisiating structure dan consideration serta teori pengharapan motivasi.
Dasar dari teori ini adalah bahwa merupakan tugas pemimpin untuk membantu anggotanya dalam mencapai tujuan mereka dan untuk memberi arah dan dukungan atau keduanya yang dibutuhkan untuk menjamin tujuan mereka sesuai dengan tujuan kelompok atau organisasi secara keseluruhan. Istilah path-goal ini datang dari keyakinan bahwa pemimpin yang efektif memperjelas jalur untuk membantu anggotanya dari awal sampai ke pencapaian tujuan mereka, dan menciptakan penelusuran disepanjang jalur yang lebih mudah dengan mengurangi hambatan dan pitfalls (Robbins, 2002).
Menurut teori path-goal, suatu perilaku pemimpin dapat diterima oleh bawahan pada tingkatan yang ditinjau oleh mereka sebagai sebuah sumber kepuasan saat itu atau masa mendatang.
Perilaku pemimpin akan memberikan motivasi sepanjang (1) Membuat bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian kinerja yang efektif dan (2) Menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan dalam kinerja efektif (Robins, 2002).
Model kepemimpinan path-goal berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam berbagai situasi. Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Teorinya disebut sebagai path-goal karena memfokuskan pada bagaimana pimpinan mempengaruhi persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalan untuk menggapai tujuan.
Model path-goal menjelaskan bagaimana seorang pimpinan dapat memudahkan bawahan melaksanakan tugas dengan menunjukkan bagaimana prestasi mereka dapat digunakan sebagai alat mencapai hasil yang mereka inginkan.
Model path-goal menganjurkan bahwa kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar, yaitu :
1.       Memberi kejelasan alur. Maksudnya, seorang pemimpin harus mampu membantu bawahannya dalam memahami  bagaimana cara kerja yang diperlukan di dalam menyelesaikan tugasnya.
2.      Meningkatkan jumlah hasil (reward) bawahannya dengan memberi dukungan dan perhatian terhadap kebutuhan pribadi mereka.
Untuk membentuk fungsi-fungsi tersebut, pemimpin dapat mengambil berbagai gaya kepemimpinan. Empat perbedaan gaya kepemimpinan dijelaskan dalam model path-goal sebagai berikut (Koontz et al dalam Kajanto, 2003)
1.     Kepemimpinan pengarah (directive leadership)
Pemimpinan memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberitahukan jadwal kerja yang harus disesuaikan dan standar kerja, serta memberikan bimbingan/arahan secara spesifik tentang cara-cara menyelesaikan tugas tersebut, termasuk di dalamnya aspek perencanaan, organisasi, koordinasi dan pengawasan.
2.    Kepemimpinan pendukung (supportive leadership)
Pemimpin bersifat ramah dan menunjukkan kepedulian akan kebutuhan bawahan. Ia juga memperlakukan semua bawahan sama dan menunjukkan tentang keberadaan mereka, status, dan kebutuhan-kebutuhan pribadi, sebagai usaha untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang menyenangkan di antara anggota kelompok. Kepemimpinan pendukung(supportive) memberikan pengaruh yang besar terhadap kinerja bawahan pada saat mereka sedang mengalami frustasi dan kekecewaan.
3.    Kepemimpinan partisipatif (participative leadership)
Pemimpin partisipatif berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan saran-saran dan ide mereka sebelum mengambil suatu keputusan. Kepemimpinan partisipatif dapat meningkatkan motivasi kerja bawahan.
4.     Kepemimpinan berorientasi prestasi (achievement-oriented leadership)
Gaya kepemimpinan dimana pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi semaksimal mungkin serta terus menerus mencari pengembangan prestasi dalam proses pencapaian tujuan tersebut.
Dengan menggunakan salah satu dari empat gaya di atas, dan dengan memperhitungkan faktor-faktor seperti yang diuraikan tersebut, seorang pemimpin harus berusaha untuk mempengaruhi persepsi para karyawan atau bawahannya dan mampu memberikan motivasi kepada mereka, dengan cara mengarahkan mereka pada kejelasan tugas-tugasnya, pencapaian tujuan, kepuasan kerja dan pelaksanaan kerja yang efektif.
Terdapat dua faktor situasional yang diidentifikasikan kedalam model teoripath-goal, yaitu: personal characteristic of subordinate and environmental pressures and demmand (Gibson, 2003).
a.     Karakteristik Bawahan
Pada faktor situasional ini, teori path-goal memberikan penilaian bahwa perilaku pemimpin akan bisa diterima oleh bawahan jika para bawahan melihat perilaku tersebut akan merupakan sumber yang segera bisa memberikan kepuasan atau sebagai suatu instrumen bagi kepuasan-kepuasan masa depan. Karakteristik bawahan mencakup tiga hal, yakni:
-         Letak Kendali (Locus of Control)
-         Kesediaan untuk Menerima Pengaruh (Authoritarianism)
-         Kemampuan (Abilities)
b.   Karakteristik Lingkungan
Pada faktor situasional ini path-goal menyatakan bahwa perilaku pemimpin akan menjadi faktor motivasi terhadap para bawahan, jika:
-  Perilaku tersebut akan memuaskan kebutuhan bawahan sehingga akan memungkinkan tercapainya efektivitas dalam pelaksanaan kerja.
-  Perilaku tersebut merupakan komplimen dari lingkungan para bawahan yang dapat berupa pemberian latihan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan untuk mengidentifikasikan pelaksanaan kerja.
Karakteristik lingkungan terdiri dari tiga hal, yaitu :
1.     Struktur Tugas
Struktur kerja yang tinggi akan mengurangi kebutuhan kepemimpinan yang direktif.
2.    Wewenang Formal
Kepemimpinan yang direktif akan lebih berhasil dibandingkan dengan participative bagi organisasi dengan strktur wewenang formal yang tinggi
3.    Kelompok Kerja
Kelompok kerja dengan tingkat kerjasama yang tinggi kurang membutuhkan kepemimpinan supportive.


MOTIVASI
A.    Definisi Motivasi
Motif berasal dari bahasa Latin movere yang berarti bergerak atau bahasa Inggrisnya to move. Motif diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri organisme yang mendorong untuk berbuat (driving force). Motif tidak berdiri sendiri, tetapi saling berkaitan dengan faktor-faktor lain, baik faktor internal (lapar ingin makan, haus ingin minum) maupun faktor eksternal (ingin belajar dengan baik agar mendapatkan lapangan pekerjaan dengan gaji yang baik). Hal-hal yang mempengaruhi motif disebut motivasi.
Jadi motivasi adalah keadaan dalam diri individu atau organisme yang mendorong perilaku kearah tujuan (Walgito, 2004: 220).

B.    Teori Drive Reinforcement
Teori Reinforcement berhubungan dengan teori belajar operant conditioning dari Skinner. Teori ini mempunyai dua aturan pokok, yaitu :
1.       Aturan pokok yang berhubungan dengan pemerolehan jawaban-jawaban yang benar.
2.      Aturan pokok lainnya berhubungan dengan penghilangan jawaban-jawaban yang salah.
Pemerolehan dari satu perilaku menuntut adanya satu pengukuhan sebelumnya. Pengukuhan dapat terjadi positif (pemberian ganjaran untuk satu jawaban yang diinginkan) atau negatif (menghilangkan satu rangsang aversif jika jawaban yang diinginkan telah diberikan), tetapi organisme harus membuat kaitannya antara aksi atau tindakannya dengan akibat-akibatnya.
Menurut aturan pokok teori ini jawaban-jawaban yang tidak dikukuhkan atau yang dihukum akan hilang. Untuk penghilangan jawaban yang salah disarankan untuk tidak menghiraukan jawaban-jawaban tersebut.
Siegel & Lane (1982), mengutip Jablonske & de Vries, memberi saran bagaimana manajemen dapat meningkatkan motivasi kerja, yaitu dengan :
-   Menentukan apa jawaban yang diinginkan
-   Mengkomunikasikan dengan jelas perilaku ini kepada tenaga kerja
-   Mengkomunikasikan dengan jelas ganjaran apa yang akan diterima tenaga kerja jika jawaban yang benar terjadi
-   Memberikan ganjaran hanya jika jawaban yang benar dilaksanakan
-   Memberikan ganjaran kepada jawaban yang diinginkan pada saat yang paling memungkinkan, yang terdekat dengan kejadiannya

C.    Teori Harapan (Expectancy)
Sejak dikembangkan oleh Vroom, teori harapan dikembangkan lebih lanjut oleh ahli lain, antara lain Porter & Lawler. Selanjutnya Lawler mengembangkan berdasarkan pengembangan lebih lanjut dari model Porter & Lawler (1968), yang disajikan oleh Siegel & Lane (1982).
Model teori harapan dari Lawler mengajukan 4 asumsi, yaitu :
1.      Orang mempunyai pilihan-pilihan antara berbagai hasil-keluaran yang secara potensial dapat mereka gunakan. Setiap hasil-keluaran alternatif mempunyai harkat (valence = V) yang mengacu pada ketertarikannya bagi seseorang. Hasil-keluaran alternatif juga disebut tujuan-tujuan pribadi (personal goals) dapat disadari atau tidak disadari oleh yang bersangkutan.
2.      Orang mempunyai harapan-harapan tentang kemungkinan bahwa upaya (effort = E) mereka akan mengarah ke perilaku unujk-kerja (performance = P) yang dituju. Ini diungkapkan sebagai harapan E-P.  
3.      Orang mempunyai harapan-harapan tentang kemungkinan bahwa hasil-hasil keluaran (outcomes = O) tertentu akan diperoleh setelah unjuk-kerja (P) mereka. Ini diungkapkan dalam rumusan harapan P-O.
4.      Dalam setiap situasi, tindakan-tindakan dan upaya yang berkaitan dengan tindakan-tindakan tadi yang dipilih oleh seseorang untuk dilaksanakan ditentukan oleh harapan-harapan (E-P, dan P-O) dan pilihan-pilihan yang dipunyai orang pada saat itu.
Model harapan dari Lawler menyatakan bahwa besar kecilnya motivai seseorang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Indeks Motivasi = Jml {(E-P)x Jml[(P-O)(V)]}
D.   Teori Tujuan
Locke mengusulkan model kognitif, yang dinamakan teori tujuan, yang mencoba menjelaskan hubungan-hubungan antara niat/intentions (tujuan-tujuan) dengan perilaku.
Aturan dasarnya ialah penetapan dari tujuan-tujuan secara sadar. Menurut Locke, tujuan-tujuan yang cukup sulit, khusus dan yang pernyataannya jelas dan dapat diterima oleh tenaga kerja, akan menghasilkan unjuk-kerja yang lebih tinggi daripada tujuan-tujuan yang taksa, tidak khusus, dan yang mudah dicapai.
Teori tujuan ini didasarkan pada intuitif yang solid. Penelitian-penelitian yang didasarkan pada teori ini menggambarkan kemanfaatannya bagi organisasi.
Penetapan tujuan dapat ditemukan didalam teori motivasi harapan. Individu menetapkan sasaran pribadi yang ingin dicapai. Sasaran-sasaran pribadi memiliki nilai kepentingan pribadi yang berbeda-beda.
Proses penetapan tujuan (goal setting) dapat dilakukan berdasarkan prakarsa sendiri, dapat, seperti pada MBO, diwajibkan oleh organisasi sebagai satu kebijakan perusahaan. Bila didasarkan oleh prakarsa sendiri dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja individu bercorak proaktif dan ia akan memiliki keikatan besar untuk berusaha mencapai tujuan-tujuan yang telah ia tetapkan.

E.    Teori Hierarki Kebutuhan Maslow
Maslow berpendapat bahwa kondisi manusia berada dalam kondisi mengejar yang berkesinambung. Jika satu kebutuhan dipenuhi, langsung kebutuhan tersebut diganti oleh kebutuhan lain. Proses berkeinginan secara nonstop memotivasi kita sejak lahir sampai meninggal.
Kemudian Maslow mengajukan bahwa ada lima kebutuhan, yaitu :
1.   Kebutuhan Fisiologi
Kebutuhan yang timbul berdasarkan kondisi fisiologi badan kita., seperti kebutuhan untuk makanan dan minuman, kebutuhan akan udara segar. Kebutuhan fisiologi ini merupakan kebutuhan primer atau kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Jika kebutuhan ini tidak dipenuhi, maka individu berhenti eksistensinya.
2.  Kebutuhan Rasa Aman
Kebutuhan ini mencakup kebutuhan untuk dilindungi dari bahaya dan ancaman fisik. Dalam pekerjaan, kita jumpai kebutuhan ini dalam bentuk “rasa asing” sewaktu menjadi tenaga kerja baru, atau sewaktu pindah ke kota baru.
3.  Kebutuhan Sosial
Kebutuhan ini mencakup memberi dan menerima persahabatan, cinta kasih, rasa memiliki. Setiap orang ingin menjadi anggota kelompok sosial, ingin mempunyai teman, kekasih. Dalam pekerjaan kita jumpai kelompok informal yang merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan sosial seorang tenaga kerja.
4. Kebutuhan Harga Diri
Kebutuhan harga diri meliputi dua jenis, yaitu :
a.      Yang mencakup faktor-faktor internal, seperti kebutuhan harga diri, kepercayaan diri, otonomi dan kompensasi
b.     Yang mencakup faktor-faktor eksternal kebutuhan yang menyangkut reputasi seperti mencakup kebutuhan untuk dikenali dan diakui, dan status.
5.  Kebutuhan Aktualisasi Diri
Kebutuhan untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan kemampuan yang dirasakan dimiliki. Kebutuhan ini mencakup kebutuhan untuk menjadi kreatif, kebutuhan untuk dapat merealisasikan potensinya secara penuh. Kebutuhan ini menekankan kebebasan dalam melaksanakan tugas pekerjaannya.

Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Empat_Sistem (diakses pada tanggal 17-12-2013)
Heru Basuki, A.M. (2008). Psikologi Umum. Jakarta: Gunadarma
Munandar, A. S. (2001). Psikologi Industri dan Organisasi. Depok: Universitas Indonesia (UI Press) 
Robbins, Stephen.P, dkk. (2008). Organizational Behavior. Jakarta: Salemba Empat
Sarwono, S. W. (2005). Psikologi Sosial: Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan. Jakarta: Balai Pustaka.
Lussier R. N & Achua C. F (2010). Leadership: Theory, Application, & Skill Development: Theory, Application and Skill Development 4e. USA: South Western Cengage Learning